Sebelum menjawab pertanyaan pokok Anda, saya perlu menyampaikan bahwa istilah yang dikenal dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 te...
Sebelum
menjawab pertanyaan pokok Anda, saya perlu menyampaikan bahwa istilah yang
dikenal dalam Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU Perseroan
Terbatas”) adalah Dewan Komisaris, yang merupakan Organ Perseroan, bersama-sama
dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Direksi.
Mencermati
pertanyaan Anda yang menanyakan boleh atau tidak bolehnya Dewan Komisaris ikut
dalam penandatanganan Cek atau Bilyet Giro sebagai suatu alat pembayaran (surat
berharga), maka saya berasumsi bahwa maksud dari pertanyaan Anda adalah apakah
Dewan Komisaris boleh menandatangani Cek/Bilyet Giro, setelah sebelumnya
Direksi menandatangani Cek/Bilyet Giro tersebut (jadi ada 2 tanda tangan dalam
Cek/Bilyet Giro tersebut).
Untuk
menjawab pertanyaan Anda tersebut, kita perlu untuk memahami pengertian, tugas
dan wewenang dari Dewan Komisaris sebagai Organ Perseroan.
Dalam
Pasal 1 angka 6 UU Perseroan Terbatas dinyatakan bahwa Dewan
Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum
dan/atau khusus, sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat
kepada Direksi.
Berdasarkan
ketentuan di atas, UU Perseroan Terbatas sudah memberikan batasan tugas dan
wewenang yang jelas antara Direksi dan Dewan Komisaris, sebagaimana pendapat
dari Fred B.G Tumbuan dalam makalah yang disampaikan pada acara Sosialisasi
Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, yang diselenggarakan oleh Ikatan
Notaris Indonesia pada 22 Agustus 2007, yang saya kutip berikut ini (hal. 24):
“Dewan Komisaris tidak mempunyai peran dan Fungsi Eksekutif.
Sekalipun AD (Anggaran Dasar) menentukan bahwa perbuatan-perbuatan Direksi
tertentu memerlukan persetujuan Dewan Komisaris, persetujuan dimaksud
bukan pemberian kuasa dan pula bukan perbuatan pengurusan.”
Menjawab
pertanyaan Anda, sesuai dengan hal-hal yang uraikan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa memang tidak ada ketentuan dalam UU Perseroan Terbatas yang
secara tegas menyebutkan bahwa Dewan Komisaris tidak diperbolehkan ikut dalam
penandatanganan Cek atau Bilyet Giro, namun dalam Pasal 15 ayat (2) UU
Perseroan Terbatas telah diatur bahwa Anggaran Dasar suatu Perseroan Terbatas
dapat memuat/mengatur mengenai ketentuan lain, yang tidak bertentangan dengan
UU Perseroan Terbatas, misalnya larangan adanya ketentuan tentang
penerimaan bunga tetap atas saham dan ketentuan tentang pemberian manfaat
pribadi kepada pendiri/pihak lain (Vide: Pasal 15 ayat [3] UU Perseroan
Terbatas).
Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas, maka tidak menutup kemungkinan bahwa di dalam
Anggaran Dasar suatu Perseroan Terbatas dapat diatur bahwa Dewan Komisaris
dapat ikut menandatangani Cek/Bilyet Giro setelah sebelumnya Direksi
menandatangani Cek/Bilyet Giro tersebut. Dengan syarat, tanda tangan
Dewan Komisaris tersebut dilakukan sebagai sarana pengawasan dan bukan
merupakan perbuatan pengurusan Direksi yang bertindak sebagai persona standi
in judicio dari suatu Perseroan Terbatas.
Sebagai
catatan penting untuk Anda, dalam melakukan pengaturan di Anggaran Dasar,
jangan sampai kita memberikan kewenangan yang berlebihan bagi Dewan Komisaris,
yang terlalu strict (ketat, ed.) melakukan pembatasan, sehingga
menghambat peran dan kemandirian Direksi dalam mengemban kepercayaan dari
Perseroan (Fiduciary Duties).
Selain
itu, apabila Dewan Komisaris melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
menjalankan tugas pengawasan dan memberi nasihat untuk Direksi, atau dengan
kata lain melakukan perbuatan di luar kewenangannya (Ultra Vires),
misalnya sampai mengambil tugas dan wewenang Direksi, maka Dewan Komisaris
dapat bertanggung jawab secara pribadi dan tanggung renteng atas kerugian
Perseroan tersebut (Vide: Pasal 114 ayat [2] dan ayat [3] UU Perseroan
Terbatas).
Demikian
jawaban saya. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk Anda.
Dasar
hukum:
COMMENTS